.profile-img { float: left; margin: 0 5px 5px 0; padding: 4px; border:3px solid #289728; } .profile-img:hover { border:3px dotted #3B3A3B; } .profile-data { margin:0 10px 20px 10px; padding:0; font: bold 10pt "ms sans serif", verdana,Arial; color:#289728; line-height: 1.6em; text-align:left; text-transform:lowercase; } .profile-data:hover { color:#3B3A3B; } .profile-datablock { margin:.5em 0 .5em; } .profile-datablock:hover { background: transparent url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8MtIbnH6G5qtbAdmSX9m-t5aD5f0kzOwuxCP_dyXVgfYS1ZuUkqr8YbXf_tC0z5gKUNbcOu0gNl2WLO1MwryFP8RRNQZ4_yO4NRwnKkv7tgNQiHARcAfoB5KzLUWr_3kjUhVnShXEP4w/s320/admin.png) no-repeat bottom right ; } .profile-textblock { color:#333; margin: 0.5em 0; line-height: 1.6em; padding:5px 0 5px 0; border-top:2px solid #289728; border-bottom:2px solid #289728; } .profile-link { display:none; }

Sabtu, 27 Juni 2015

Kata kata Mutiara Bob Sadino

Gayanya yang nyentrik dengan pola pikir unik dan cenderung keluar dari pakem teori maupun buku teks ekonomi menjadikan Bob Sadino sebagai entreprenuer sejati.
Pengusaha kawakan dengan ciri khasnya, celana pendek dan kemeja itu akan sangat dirindukan oleh banyak orang setelah menutup usia pada hari Senin, 19 Januari 2015.


Pebisnis dengan nama lengkap Bambang Mustari Sadino tersebut telah memberikan inspirasi hebat bagi para generasi penerus bangsa yang ingin menjadi pengusaha sukses.

Berikut adalah 11 kata mutiara Bob Sadino yang terkenal:

"Saya sudah menggoblokkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menggoblokkan orang lain"

"Banyak orang bilang saya gila, hingga akhirnya mereka dapat melihat kesuksesan saya karena hasil kegilaan saya"

"Orang pintar kebanyakan ide dan akhirnnya tidak ada satu pun yang jadi kenyataan. Orang goblok cuma punya satu ide dan itu jadi kenyataan"

"Saya bisnis cari rugi, sehingga jika rugi saya tetap semangat dan jika untung maka bertambahlah syukur saya"

"Sekolah terbaik adalah sekolah jalanan, yaitu sekolah yang memberikan kebebasan kepada muridnya supaya kreatif"

"Orang goblok sulit dapat kerja akhirnya buka usaha sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok mempekerjakan orang pintar"

"Setiap bertemu dengan orang baru, saya selalu mengosongkan gelas saya terlebih dahulu"

"Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya nggak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir, kan cuma selangkah"

"Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah"

"Orang pintar maunya cepat berhasil, padahal semua orang tahu itu impossible! Orang goblok cuma punya satu harapan, yaitu hari ini bisa makan"

"Orang pintar belajar keras untuk melamar pekerjaan. Orang goblok itu berjuang keras untuk sukses bisa bisa bayar pelamar kerja".

Mario Teguh vs Bob Sadino..Tentang Pentingnya Pendidikan..

Bob Sadino: "Mau kaya? berhentilah sekolah atau berhentilah kuliah sekarang juga, and start action, karena ilmu di lapangan lebih penting daripada ilmu di sekolahan atau kuliahan."


Mario Teguh: "Berhati-hatilah dengan orang yang membanggakan keberhasilannya walaupun dia berpendidikan rendah. Itu tidak boleh dijadikan dalil. Pendidikan itu penting. Buktinya, dengan pendidikan yang sedikit saja, dia bisa berhasil, apalagi jika dia terdidik dengan lebih baik. Bukankah kita dianjurkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina? Dengan ilmu, segala sesuatu bisa mencapai kualitas tertingginya.

"Anda sepakat dengan siapa???
Pastinya ada yang sepakat dengan si pengusaha (Bob Sadino) juga ada yang sepakat dengan si Motivator (Mario Teguh). Kedua pendapat ini menjadi acuan dalam tulisan ini mengingat ke dua orang ini dianggab  orang dalam kategori berhasil dan keduanya memiliki profesi yang berbeda. Tapi dalam konteks ini kita tidak sedang membahas kiprah mereka, tetapi lebih kepada mengkaji pendapat mereka tentang Pendidikan dan hubungannya dengan Keberhasilan.
Berpendidikan tinggi selalu diidentikan dengan berhasil dan ukurannya adalah status sosial yang hebat dan salah satunya indikatornya adalah materi yg cukup atau bahkan materi yang lebih dari ukuran pendapatan orang-orang pada umumnya. Namun sering sekali terjadi hal yang sebaliknya, justru orang yang gagal di bangku sekolahan (kuliah)  malahan berhasil dalam status sosial dan berlimpah secara materi , seperti layaknya Bill Gate dan Pendiri FaceBook, dan banyak juga di Indonesia orang-orang seperti ini, yang berhasil tanpa selesai kuliahnya ataupun tidak sempat mengenyam pendidikan yang tinggi.
Ketika kesuksesan dapat di raih tanpa kuliah, untuk apalagi sebenarnya kuliah (berpendidikan)?. Mari sejenak kita defenisikan apa itu pendidikan. Menurut wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Lebih filosofis lagi Pendidikan adalah Untuk Memerdekakan Manusia (Ki Hadjar Dewantara) maupun  Pendidikan adalah Untuk Memanusiakan Manusia (Driyarkara).
Defenisi pendidikan diatas, secara khusus oleh kedua tokoh pendidikan tersebut, secara tegas menyatakan pendidikan itu tidak mengajarkan anak didik bagaimana mencari kekayaan materi secara baik dan benar tetapi lebih kepada mengajari sang anak didik secara SADAR untuk berguna bagi dirinya dan orang lain bila perlu berguna bagi bangsa dan dunia. Sederhannya pendidikan menjadi alat untuk membentuk karakter anak didik. Perlu kita sadari untuk menjadi terdidik itu tidaklah harus melalui jenjang pendidikan formal , bisa juga melalui jalur non formal, sama halnya ketika memperdebatkan mana duluan Teori atau Praktek, pilihannya tergantung persepsi individu yang akan memutuskan sesuai kebutuhan (cita-cita) dan pengalaman , seorang ilmuwan cenderung berteori dulu sementara seorang pekerja lapangan cenderung Praktek aja langsung layaknya seorang pengusaha  dan kedua-duanya berpotensi untuk Berhasil dan juga  Gagal.
Atas kondisi diatas alangkah lebih berhasilnya seseorang bila ia mampu memadukan antara Teori dan Praktek. Hal ini menegaskan bahkan mengenyam pendidikan di sekolah formal masih perlu, disisi lain sekolah formal dapat menjadi tempat membentuk Karakter anak didik, sesuai identitas ke-Indonesiaan, sehingga nantinya ia tidak menjadi ilmuwan yang anti Tuhan maupun Pengusaha “Hitam”, apalagi menjadi  menjadi Penindas baru atas jabatan yang akan di embannya.
Sudahkah penyelenggara pendidikan Formal kita menjadi tempat bagi pembentukan karakter anak didik, saya pastikan belum saudara-saudara, lihat bagaimana filosis pendidikan kita Tak Tentu Arahnya, tergantung angin BARAT berhembus kemana, kesitulah sistem pendidikan kita Membebek, ganti menteri ganti kebijakan, ironisnya ijazah ASPAL masih banyak yang berseliweran kesana-kesini menawarkan dagangannya kepada pejabat-pejabat yang doyan tradisi feodal, yaitu Gelar kesarjanaan. Uniknya gelar kesarjanaan kemudian menjadi tameng dan topeng bahwa ia adalah seorang yang terdidik
Mungkin sebentar lagi nasib lulusan SMK sama saja dengan lulusan SMU. Ketika lulusan Perguruan Tinggi (PT) yang sering disebut Pengangguran Terdidik melanda negeri ini, lulusan SMU ogah masuk PT, untuk apa?? Toh selain biaya kuliah mahal, ntar juga pengangguran, kata si Melki anak tetangga sebelah. Banyaknya penganguran lulusan PT membuat mendiknas periode 2004-2009 gembar-gembor di TV biar lulusan SLTP masuk SMK saja. Namun apabila hasil-hasil kreativitas anak-nak SMK tidak tersalurkan, satu dekade berikutnya  itu sama saja dengan lulusan SMU, akhirnya karya-karya SMK akan  stagnan karena diterpa gerombolan produk-produk china, orang kemudian rame-rame kuliah tanpa arah, otomatis tingkat pengangguran semakin membengkak. Lihat bagaimana mobil ESEMKA rakitan anak didiknya pak JOKO Wi di Solo, negara setengah hati mengurusnya. Hal ini melengkapi  , bahwa arah pendidikan nasional kita belum menemukan rohnya dan para pengambil kebijakan  masih kebingungan, atau mungkin juga sengaja bingung, demi kepentingan golongannya.
Bila akhirnya institusi-institusi pendidikan gagal mencetak anak didik yang berkarakter, cerdas, berahlak mulia dan berpihak terhadap kepentingan masyarakat. Maka selama itu juga, pendidikan formal akan menjadi bahan yang empuk untuk diperdebatkan oleh para Pengusaha dan Motivator. Padahal pendidikan melalui jalur Formal itu sangat penting, untuk generasi yang akan membela peradaban bangsa ini dikemudian hari.
Kalau begitu profesi yang Hebat dan mulia itu adalah  menjadi Pengusaha dan Motivator dong??Tidak harus, sebab menjadi berguna itu tidak harus apalagi wajib menjadi Pengusaha maupun  Motivator. Bahkan bila negara mampu mensejahterakan rakyatnya melalui diferensiasi kerja maka Pengusaha tidak menjadi pilihan tunggal untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Apalagi Motivator, jikalau institusi mampu mencetak anak didik yang cerdas, maka dia tidak butuh para MOTIVATOR.

Pendidikan..Penting gak penting..

Waw.. judul diatas memang bersifat pesimis dan provokatif. Tapi sebagian dari kita masih baranggapan hal  yang serupa akan pendidikan. Kita bahkan sering mendengar pernyataan bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi? toh kalau perempuan ujung-ujungnya di dapur juga. Buat apa punya ijazah? toh pendidikan tinggi tidak menjamin hidup makmur, belum tentu dapat kerja, banyak tu sarjana yang pengangguran! Pendidikan belum tentu menjamin seseorang untuk sukses. Pertanyaan dan anggapan ini masih berkembang di lingkungan masyarakat kita. Cobalah sejenak kita membaca kembali petikan wawancara dengan Bob Sadino, orang yang sukses dalam dunia usaha dan bisnis.
………………..
Siapa guru-guru terbaik anda?
Alam. Saya melihat anak-anak, saya lihat pohon, matahari, jalanan, batu, sekeliling saya aja. Apa orang itu ndak bisa belajar dari batu? Banyak orang tua yang tidak rela anaknya tidak sekolah.
 Mungkin ada kekhawatiran kalau tidak sekolah nanti tidak bisa hidup?
Apakah mereka tahu dengan sekolah itu anaknya bisa hidup? Apakah nggak sebaliknya, malah karena sekolah dia nggak akan bisa hidup? Kalau saya jadi kamu, segera setelah jadi orang tua, yang saya ingat adalah obrolan saya dengan Bob Sadino. Apakah sekolah itu jaminan bahwa anak itu nanti akan berhasil? Saya hampir pasti kalau kamu jadi orang tua kamu akan paksa anakmu untuk sekolah. Kalau kamu orang tua yang percaya, bahwa dengan sekolah anak itu bisa sukses,  saya cenderung mengkategorikan kamu sebagai orang tua yang tidak bener. Pertama, kamu malas tidak mau mendidik anak sendiri. Kedua, kamu mengandalkan orang lain. Kalau kamu menghendaki anakmu melakukan setiap yang kamu inginkan, kamu orang tua yang paling egois. Bukankah setiap anak itu bebas memilih apa pun yang dia inginkan? Tanpa sadar kamu sedang memperkosa pikiran anakmu. Itu menurut Bob Sadino!
 Ada pemikiran, pendidikan adalah warisan terbaik bagi anak?
Kalau semua orang bilang begitu, saya yang akan bilang tidak! Kamu belum menarik garis sekolah itu apa, belajar itu apa. Alangkah prihatinnya saya. Kasihan sekali pada orang tua yang mendidik anaknya, dengan menyuruh si anak masuk di sebuah ruangan yang dibatasi oleh empat dinding. Bukankah dunia ini lebar? Warisan disempitkan menjadi satu; sekolah. Yang lain-lain nggak dianggap warisan, alangkah sempitnya pemikiran itu. Anak-anak saya ya saya sekolahkan. Tapi setelah itu saya bebaskan, mau apa terserah. Tidak pernah saya paksakan. Dan walau anak-anak saya selesai sekolah, ternyata mereka juga ndak senang sekolah.
 Apakah ide-ide semacam ini bagus untuk orang-orang di bangku sekolah?
Saya selalu mengatakan, bagi mereka yang memaksakan kepingin sukses, jawaban saya sangat sederhana dan sangat tidak populer. Kalau kamu mau sukses, besok kamu berhenti sekolah. Dan jelas tidak ada satu orang pun yang mau nurut kata-kata saya. Padahal dia sedang mencari dan mengejar sukses. Mungkin orang merasa tidak aman jika meninggalkan sekolah dan tidak punya ijazah? Kamu tahu berapa ribu sarjana yang nganggur. Apakah itu aman buat mereka? Kemarin saya ke IPB sedang mewisuda 1.200 sarjana. Dari 1.200 sarjana yang kemarin diwisuda itu, berapa yang dapat pekerjaan, saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya beberapa gelintir saja. Artinya kamu menyekolahkan anak untuk mencapai suatu tujuan, yaitu masuk pada suatu tempat yang tidak aman. Itu jelas sebetulnya. Tapi mengapa paradigmanya tidak pernah mau digeser-geser? Karena itu budaya dari nenek moyang. Orang tua maunya gampang. Sebetulnya sekolah  itu hanya wakil saja dari orang tua. Kalau orang tua yang prihatin, ya dia didik sendiri anaknya.
……………….
Pernyataan Bob Sadino merupakan fakta yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Tidak menjamin orang yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi dapat sukses dalam kehidupannya. Sekolah kurang, belum, dan tidak mampu memberikan peluang untuk sukses tadi. Bagi seorang Bob Sadino sekolah BUKAN-lah satu-satunya lembaga pendidikan yang utama bagi pendidikan seorang anak. Tanggung jawab pendidikan terletak pada orang tua. Sekolah bukanlah satu-satunya lembaga pendidikan yang  dapat menghantarkan kesuksesan seseorang. Banyak faktor yang mempengaruh jalan hidup seseorang mencapai kesuksesan.
Benarkah pendidikan itu tidak penting? Pendidikan itu jelas sangatlah penting. Pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah. Alam, lingkungan dan pengalaman adalah alat dan lembaga yang mendidik manusia. Agamapun mengajarkan kita untuk menuntut ilmu. Orang tua diperintahkan untuk mengajarkan dan mendidik anak-anaknya. Ilmu tanpa agama itu buta, dan agama tanpa ilmu itu sia-sia.
            Lembaga pendidikan harus sesegera mungkin berbenah diri dari berbagai masalah yang dihadapinya. Sekolah harus menciptkan manusia yang berfikir dinamis tidak statis. Harus mampu membangun jiwa pemimpin bukan jiwa bawahan.
Beberapa persoalan umum yang menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan antara lain:
  1. Kemiskinan, Gembar-gembor pemerintah dengan memberikan layanan pendidikan gratis masih dianggap rancu dan banyak sekali terjadi penyimpangan. Terutama dalam hal dana (namanya saja Negara korup, apa saja bisa di korup), sehingga masih banyak lapisan masyarakat kita yang tidak bisa merasakan pendidikan yang layak.
  2. Sistem pendidikan, sistem pendidikan haruslah mampu menjamin pemerataan. Mmm, teorinya tapi tidak praktik-nya. Tetap saja si-miskin mendapatkan penolakan-penolakan dari berbagai sekolah. Terutama sekolah yang memiliki “reputasi”.
  3. Tingkah pendidik dan peserta didik. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Slogan yang dirasakan memudar maknanya dengan banyaknya tingkah guru yang mangkir dari tempat tugas (apalagi yang ditempatkan di pelosok desa), banyak guru yang hanya sekedar mengajar (mungkin faktor gaji yang kecil) tanpa mendidik. Siswa sebagai peserta didik masih banyak yang sekolah hanya mengejar nilai dan ijazah. Ini dikarenakan sistem pendidikan hanyalah bersifat formal, yang dicari hanyalah legitimasi sehingga tidak mampu menciptakan generasi yang cakap dan siap terjun di masyarakat.
Nah, pola fikir dan keadaan seperti inilah yang membuat munculnya pertanyaan-pertanyaan serta anggapan di atas tadi. Sekiranya struktur pendidikan itu terjadi pembenahan dan perubahan yang didasarkan kepada memanusiakan manusia sehingga mampu menciptakan manusia yang unggul baik pengetahuan, agama dan keahlian.
Dari berbagai sumber
/* Widget Profile Ala Blog ForYouDontCry */.vanzADMIN {width:auto; height:83px;padding:5px}.vanzADMIN-gambar {float:left;width:75px;height:75px;margin:4px 1px 0px 0px;border-radius:90em;opacity:0.8;border-top:2px solid #cf2031;border-right:2px solid #0f7dc8;border-bottom:2px solid #2eb31a;border-left:2px solid #eab823;}.vanzdeskripsi{width:auto; padding:1%;font-family:arial,sans-serif; margin:-85px 0 0 110px; font-size:11px; color:#000;}.vanzfb, .vanzgp, .vanztw {color:#fff!important; display:block;font-weight: bold; line-height: 14px; height: 14px; width: 14px; border: 3px solid #444;text-align: center;padding:3px;border-radius:15px;font-size: 13px;text-decoration:none!important;margin: 1px;position:relative;margin-right:0px}.vanzfb {background: #3B5998;margin-left:73px}.vanzfb:hover {border-color: #4F77CC; box-shadow: 0 0 3px #4F77CC;}.vanzgp {background: #D34836;font-size:11px;margin-left:85px}.vanzgp:hover {border-color: #EB503C; box-shadow: 0 0 3px #EB503C;}.vanztw {background: #4099FF;margin-left:73px}.vanztw:hover {border-color: #36D0FF; box-shadow: 0 0 3px #36D0FF;}